EKONOMI
KOPERASI
Ruang Lingkup
Ekonomi Manajerial
1.
Konsep
Koperasi
·
Pengertian
Ekonomi Koperasi
Pengertian/Definisi
Koperasi adalah jenis badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum. Koperasi adalah merupakan singkatan dari kata ko/co dan operasi/operation.
Koperasi adalah suatu kumpulan orang-orang untuk bekerja sama demi
kesejahteraan bersama. Berdasarkan undang-undang nomor 12 tahun 1967, koperasi indonesia adalah organisasi ekonomi
rakyat yang berwatak sosial dan beranggotakan orang-orang, badan-badan hukum
koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan. Koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi menurut UUD 1945 pasal 33 ayat 1 merupakan
usaha kekeluargaan dengan tujuan mensejahterakan anggotanya. Koperasi Sebagai
Lembaga Ekonomi, merupakan badan usaha yang mampu menghasilkan keuntungan &
pengembangan organisasi & usahanya, dengan menggunakan sistem manajemen usaha
sebagai badan usaha bisnis: profit maksimal, biaya minimal, brand koperasi
maksimal.
·
Konsep
Koperasi Barat
Konsep
koperasi barat menyatakan bahwa koperasi merupakan organisasi swasta, yang di
bentuk secara sukarela oleh orang-orang yang mempunyai persamaan kepentingan, dengan
maksud mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan keuntungan
timbal balik bagi anggota koperasi maupun perusahaan koperasi.
·
Konsep Koperasi
Sosialis
Koperasi
direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah dan dibentuk dengan tujuan
merasionalkan produksi, untuk menunjang perencanaan nasional. Menurut koperasi
ini, koperasi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem
sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis komunis.
·
Konsep
Koperasi Negara Berkembang
Dominasi
campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangannya. Campur tangan ini
dimaksudkan karena masyarakat dengan kemampuan sumber daya manusia dan modalnya
terbatas dibiarkan untuk berinisiatif sendiri membentuk koperasi, maka koperasi
tidak akan pernah tumbuh dan berkembang. Sehingga, pengembangan koperasi di
negara berkembang seperti di Indonesia dengan top down approach pada awal
pembangunannya dapat diterima, sepanjang polanya selalu disesuaikan dengan
perkembangan pembangunan di negara tersebut. Penerapan pola top down harus
diubah secara bertahap menjadi bottom up approach. Hal ini dimaksudkan agar
rasa memiliki terhadap koperasi oleh anggota semakin tumbuh, sehingga para
anggotanya akan secara sukarela berpartisipasi aktif. Apabila hal seperti
tersebut dapat dikembangkan, maka koperasi yang benar-benar mengakar dari bawah
akan tercipta, tumbuh, dan berkembang.
2.
Latar
Belakang Timbulnya Aliran Koperasi
Keterkaitan Ideologi, Sistem
Perekonomian dan Aliran Koperasi.
Perbedaan
ideology suatu bangsa akan mengakibatkan perbedaan sistem perekonomiannya dan
tentunya aliran koperasi yang dianutpun akan berbeda. Sebaliknya, setiap sistem
perekonomian suatu bangsa juga akan menjiwai ideology bangsanya dan aliran
koperasinya pun akan menjiwai sistem perekonomian dan ideologi bangsa tersebut.
Aliran Koperasi
·
Aliran Yardstick
Banyak
dijumpai pada negara-negara yang berideologi kapitalis. Menurut aliran ini,
koperasi dapat menjadi kekuatan untuk mengimbangi, menetralisirkan, dan
mengoreksi berbagai keburukan yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme.
·
Aliran Sosialis
Menurut
aliran ini, koperasi dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat disamping itu menyatukan rakyat lebih mudah melalui
organisasi koperasi.
·
Aliran Persemakmuran
Menurut
aliran ini, koperasi berperan untuk mencapai kemakmuran masyarakat yang adil
dan merata dimana koperasi memegang peranan uang utama dalam struktur perekonomian
masyarakat.
3.
Sejarah
Perkembangan Koperasi
·
Sejarah
Lahirnya Koperasi
Koperasi
di gagas oleh Robert Owen (1771-1858), ia menerapkannya di usaha
pemintalan kapas, kemudian dilanjutkan pada tahun 1844 di Rochdale, Inggris di
tahun itulah lahirnya koperasi modern yang berkembang dewasa ini, dan pada
tahun 1852 pertumbuhan koperasi sudah mulai terlihat banyak di Inggris saja
sudah mencapai 100 unit dan pada tahun 1862 di bentuklah pusat koperasi
pembelian “the Cooperative Whole Sale
Society”.
Pada
tahun 1848 koperasi berkembang di Jerman, perkembangan tersebut di pelopori
oleh Ferdinan Lasallen dan Fredrich W. Raiffesen, mereka menganjurkan untuk
para petani menyatukan diri untuk membentuk organisasi simpan pinjam.
·
Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia
Sejarah
koperasi di indonesia bermula pada abad ke 20 yang di abad tersebut, kemiskinan
mulai melanda indonesia yg di sebabkan oleh kapitalisme di mana-mana. Beberapa
orang yang hidupnya sederhana dan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong untuk
melakukan kerja sama dan mempersatukan diri untuk dirinya sendiri dan manusia
sesamanya, dan akhirnya pada tahun 1895 di Leuwiliang di dirikan koperasi
pertama kali Raden Ngabei Ariawiriatmaja, Patih Purwekerto dan kawan kawan
mendirikan bank simpan pinjam untuk menolong teman sejawatnya para pegawai
pribumi untuk melepaskan diri dari cengkeraman pelepas uang.
http://wordpress.com/2011/10/02/definisi-ekonomi-koperasi/
EKONOMI KOPERASI
PEREKONOMIAN
KERAKYATAN
Suryo Tripitoyo
16210753
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Banyak perdebatan tentang konsep ekonomi yang diterapkan
di Indonesia yaitu sistem ekonomi kerakyatan. Dengan adanya konflik banyak
sekali bermunculan pendapat-pendapat yang pro dan kontra mengenai sistem apa
yang seharusnya diterapkan di Indonesia.
Dengan ini diharapkan kita dapat mengetahui pengertian
ekonomi kerakyatan dan ekonomi liberal secara lebih konkrit. Selain itu, kita dapat mengetahui kelebihan serta
kelemahan dari kedua konsep ekonomi tersebut.
METODE
PENULISAN
Agar dapat lebih memahami terhadap situasi ekonomi
yang mana sekarang menjadi topik hangat dan dilema luar biasa bagi seluruh dunia.
Paling tidak kita dapat memecahkan masalah kecil yang berhubungan dengan
rencana pembangunan di negara kita.
RUMUSAN MASALAH
·
Pengertian
konsep ekonomi kerakyatan menurut para ahli.
·
Ekonomi
kerakyatan.
BAB 2
PEMBAHASAN
PEREKONOMIAN KERAKYATAN
·
Pengertian Konsep
Ekonomi Kerakyatan
1.
Menurut Prof. Dr. Mubyarto, Guru Besar Fakultas
Ekonomi UGM
Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berasas
kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Dalam praktiknya, ekonomi
kerakyatan dapat dijelaskan juga sebagai ekonomi jejaring (network) yang
menghubung-hubungkan sentra-sentra inovasi, produksi dan kemandirian usaha
masyarakat ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi, untuk
terbentuknya jejaring pasar domestik diantara sentara dan pelaku usaha
masyarakat.
Ekonomi rakyat adalah kegiatan atau mereka yang berkecimpung dalam
kegiatan produksi untuk memperoleh pendapatan bagi kehidupannya. Mereka itu
adalah petani kecil nelayan, peternak, pekebun, pengrajin, pedagang kecil dan lain-lain, yang modal usahanya merupakan
modal keluarga yang kecil, dan pada umumnya tidak menggunakan tenaga kerja dari
luar keluarga. Tekanan dalam hal ini adalah pada kegiatan produksi, bukan
konsumsi, sehingga buruh pabrik tidak masuk dalam profesi atau kegiatan ekonomi
rakyat, karena buruh adalah bagian dari unit produksi yang lebih luas yaitu
pabrik atau perusahaan.
2.
Menurut Bung
Hatta
Bung Hatta dalam Daulat
Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun
sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis
nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli
disempitkan, sama sekali idesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia
Menggugat, 1930: 31).”
3.
Menurut Alfred Masrshall
Ekonomi Rakyat adalah kancah kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik), yang karena
merupakan kegiatan keluarga, tidak merupakan usaha formal berbadan hukum, tidak
secara resmi diakui sebagai sektor ekonomi yang berperanan penting dalam
perekonomian nasional. Dalam literatur ekonomi pembangunan ekonomi kerakyatan
disebut sektor informal, “underground
economy”, atau “ekstralegal
sector”.
4.
Menurut Konvensi
ILO169 tahun 1989
Secara ringkas Konvensi ILO169 tahun 1989 memberi definisi ekonomi
kerakyatan adalah ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat
lokal dalam mempertahan kehidupannnya. Ekonomi kerakyatan ini dikembangkan
berdasarkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat lokal dalam mengelola
lingkungan dan tanah
mereka secara turun temurun. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi subsisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan kerajinan tangan dan industri rumahan.
mereka secara turun temurun. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi subsisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan kerajinan tangan dan industri rumahan.
Semua kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan pasar tradisional dan
berbasis masyarakat, artinya hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
hidup masyarakatnya sendiri. Kegiatan ekonomi dikembangkan untuk membantu
dirinya sendiri dan masyarakatnya, sehingga tidak mengekploitasi sumber daya
alam yang ada.
·
Ekonomi
Kerakyatan
Istilah ekonomi kerakyatan disodorkan sebagai paham ekonomi yang berpihak kepada rakyat.
Berbagai macam pertanyaan timbul antara lain. Mungkin yang dimaksudkan adalah
rakyat miskin. Jadi, ekonomi kerakyatan adalah paham ekonomi yang berpihak
kepada rakyat miskin. Dalam konteks ini, tampaknya istilah ekonomi kerakyatan
sengaja digunakan sebagai tandingan atas ekonomi yang dipersepsikan kurang
berpihak kepada rakyat miskin.
Pertama-tama, istilah ekonomi kerakyatan tidak dikenal dalam literatur
ekonomi dan ekonomi politik. Yang terdapat dalam pembahasan ekonomi adalah
kategorisasi suatu populasi berdasarkan pendapatannya. Maka, kemudian dikenal
adanya masyarakat berpendapatan tinggi atau kaya dan masyarakat berpendapatan
rendah atau miskin. Kedua, berdasarkan kategori tersebut kemudian dibuat
analisis dampak dari suatu kebijakan ekonomi terhadap masyarakat yang tingkat
pendapatannya berbeda.
Hasilnya, dampak kebijakan ekonomi dirasakan berbeda-beda pada kelompok
masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan, gender, dan umur. Bayangkan suatu kebijakan
ekonomi dalam bidang pertanian. Ada dua kelompok petani yaitu yang kaya dan
yang miskin. Petani yang lebih kaya dapat mengadopsi bibit baru dan
meningkatkan produksinya. Dan karena produksi meningkat, harga cenderung turun.
Sementara itu, petani miskin tidak dapat membeli bibit baru sehingga
produksinya tidak bertambah dan pendapatannya tetap atau bahkan berkurang. Dari
contoh ini dapat ditarik kesimpulan suatu kebijakan ekonomi akan memberikan
dampak yang berbeda terhadap dua kategori masyarakat dengan tingkat pendapatan
yang tidak sama.
Pertumbuhan ekonomi yang selama ini terjadi tidak mengubah ketimpangan,
karena proporsi manfaat pertumbuhan dirasakan sama oleh masyarakat kaya dan
miskin. Sumber daya masyarakat miskin terbatas, maka tidak mengherankan jika
pertumbuhan ekonomi kemudian lebih banyak dinikmati oleh masyarakat kaya karena
mereka memiliki lebih banyak sumber daya.
Dari kenyataan tersebut kemudian dirumuskan suatu kebijakan ekonomi yang
berpihak kepada masyarakat miskin. Tujuannya, agar kelompok ini dapat menikmati
pertumbuhan ekonomi secara lebih baik dan mereka juga dapat lebih jauh terlibat
dalam aktivitas ekonomi. Inilah yang dikenal sebagai pro-poor growth (kebijakan
pertumbuhan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin).
Asal-usul kebijakan ekonomi ini berawal dari kegagalan pendekatan yang
mengutamakan pertumbuhan dan mengabaikan distribusi. Kebijakan ekonomi ini
dapat dilacak pada 1970-an ketika Chenery dan Ahluwalia mengenalkan konsep
"pertumbuhan dengan pemerataan". Pada 1990-an Bank Dunia mengadopsi
model tersebut dan memberikan nama broad-based growth (pertumbuhan
dengan basis yang luas). Dalam World
Development Report yang diterbitkan pada 1990 oleh Bank Dunia, istilah
ini tidak pernah didefinisikan. Hingga akhirnya pada 1990-an, istilah broad-based
growth berubah menjadi pro-poor
growth. Elemen penting
yang saling terkait dalam pertumbuhan yang berpihak kepada rakyat miskin:
pertumbuhan, kemiskinan, dan ketimpangan.
Intinya, kebijakan ini berupaya mengurangi kemiskinan dan ketimpangan
melalui pertumbuhan ekonomi yang lebih berpihak secara jelas. Pro-poor
growth sengaja dirancang untuk memberikan kesempatan lebih banyak bagi
masyarakat miskin untuk terlibat dan menikmati hasil pembangunan. Caranya
dengan melibatkan masyarakat miskin dalam kegiatan ekonomi, agar mereka
mendapatkan manfaat dari kegiatan ekonomi. Selain itu, kebijakan ini memerlukan dukungan politik
yang kuat karena biasanya menyangkut sektor publik yang menyedot dana besar
seperti bidang pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, akses kredit atau
modal, dan promosi UMKM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar