IKLAN
DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
Nama :
Suryo Tripitoyo
NPM :
16210753
Jurusan :
S1 Manajemen
Dosen : Bonar S. Panjaitan
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
ABSTRAK
Suryo Tripitoyo.16210753
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
Jurusan
Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : Etika dan Estetika dalam iklan
Etika Bisnis kali ini
membahas tentang iklan
dalam etika dan estetika tentang bagaimana seharusnya produsen mempromosikan
suatu barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan
dan hak-hak konsumen. Sebuah perusahaan untuk
mempromosikan produknya, iklan dibuat dengan dramatis sehingga menonjolkan
kelebihan dari produknya saja dan iklan tersebut ditayangkan tidak bisa hanya
untuk target marketnya saja baik secara khusus dan langsung, tetapi pasti
ditonton atau dilihat oleh banyak kalangan yaitu dengan seluruh masyarakat
bahkan yang bukan target marketnya.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam dunia bisnis, persaingan
terjadi semakin ketat dan promosi melalui iklan merupakan salah satu strategi
pemasaran produk, baik barang maupun jasa, yang paling penting dan handal.
Kehadiran iklan sebenarnya sebagai alat untuk menjembatani produsen dengan
konsumen, atau penjual dengan pembeli. Semua iklan adalah sumber informasi, iklan
memiliki bobot kepentingan yang berbeda ketika pengusaha berusaha menampilkan
produk semenarik mungkin dan pembeli menginginkan produk seperti yang
digambarkan melalui iklan.
Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik
bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu. Iklan
dikomunikasikan kepada khalayak luas melalui media massa komunikasi iklan akan
diterima oleh semua orang : semua usia, golongan, suku. Sehingga iklan harus
memiliki etika dan estetika baik moral maupun di bisnis.
Oleh karena itu, dalam periklanan, harus mempunyai etika dan
estetika agar dapat diterima oleh masyarakat luas dan tidak menjadi iklan yang
kontroversial sehingga perusahaan yang bersangkutan bisa mendapatkan hukuman
ataupun denda karena menghina ataupun melakukan sesuatu yang tidak pantas.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah
pada penulisan ini adalah.
Iklan dalam etika dan estetika tentang bagaimana seharusnya produsen
mempromosikan suatu barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi
kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
1.3 Batasan Masalah
Penulisan ini
hanya membahas tentang iklan dalam etika dan estetika.
1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan ini yaitu untuk mengetahui tentang etika dan estetika seputar mempromosikan
suatu barang atau jasa dengan menggunakan iklan.
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Iklan
Iklan adalah bentuk publikasi suatu aktifitas,produk atau
layanan kepada masyarakt luas melalui media masa dan internet seperti koran ,
TV, Radio atau website atau lainnya yang bersentuhan langsung dengan publik. Dalam dunia iklan di temukan proses
membujuk atau mempengaruhi orang untuk memiliki suatu produk atau menikmati
suatu layanan dan melakukan tindakan. Di dunia iklan banyak di jumpai iklan komersil dari pada iklan
sosial maupun iklan layanan masyarakat dan tentunya iklan komesial adalah
bertujuan bisnis yang menguntungkan sehingga banyak perusahaan maupun lembaga
bisnis yang berlomba-lomba membuat iklan agar bisnisnya di kenal oleh
masyarakat luas. Pengertian
iklan adalah upaya merebut simpati, dukungan dan ketertarikan orang akan
kondisi dalam iklan. Iklan
dapat mempengaruhi emosi dan kejiwaan seseorang sehingga banyak individu
terperangkap dalam suatu kondisi dalam iklan sehingga terjadi tindakan yang di ambil
individu yang terpengaruh.
Iklan merupakan sebuah proses
komunikasi yang bertujuan untuk membujuk orang untuk mengambil tindakan yang
menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi
perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra
konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek, tujuan periklanan ini
bermuara pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli
sebuah produk yang ditawarkan.
Menurut Thomas M. Garrey, SJ, iklan
dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral
disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi
mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan
tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea, institusi-institusi atau pribadi-pribadi
yang terlibat di dalam iklan tersebut.
Menurut Roman, Maas & Nisenholtz.
2005, Pengertian lainnya, iklan adalah seni menyampaikan apa
yang ditawarkan atau dijual untuk mendapatkan perhatian dan menempatkan produk
secara unik kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu.
Menurut Britt, iklan
sejak semula tidak bertujuan memperbudak manusia untuk tergantung pada setuap
barang dan jasa yang ditawarkan, tetapi justru menjadi tuan atas diri serta
uangnya, yang dengan bebas menentukan untuk membeli, menunda atau menolak sama
sekali barang dan jasa yang ditawarkan.
Kata Iklan sendiri berasal dari bahasa Yunani yang
artinya adalah upaya menggiring orang pada gagasan. Adapun pengertian secara
komprehensif atau luas adalah semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan
mempromosikan ide, barang ataupun jasa secara nonpersonal melalui media yang
dibayar oleh sponsor tertentu. Pengertian antara iklan dan
periklanan mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa
keduanya merupakan pesan yang ditujukan
kepada khalayak. Perbedaannya yaitu iklan lebih cenderung kepada produk atau
merupakan hasil dari periklanan, sedangkan periklanan merupakan keseluruhan
proses yang meliputi penyiapan, perencanaan pelaksanaan, dan pengawasan
penyampaian iklan.
Iklan merupakan bagian dari bauran
promosi (promotion mix) sedangkan bauran promosi adalah bagian dari bauran
pemasaran (marketing mix) dimana marketing mix meliputi product, price, place,
promotion. Sebagai kekuatan utama ekonomi,
iklan justru menjadi sarana yang efektif bagi produsen untuk menstabilkan atau
terus meningkatkan penawaran barang dan jasa. Sementara konsumen dengan
sendirinya juga membutuhkan iklan, terutama ketika mereka hidup dalam sebuah
masyarakat yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, sebuah
masyarakat konsumtif dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa yang yerus
meningkat.
METODOLOGI
PENELITIAN
Pada penulisan
ini, informasi yang didapatkan bersumber dari internet yang berkaitan dengan iklan dalam etika dan estetika agar tujuan
penulisan ini dapat dipahami. Data dalam penulisan ini mengunakan data
sekunder, dimana pengertian data dekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada.
PEMBAHASAN
Sejarah Etika
Periklanan Di Indonesia
Aturan, tata cara dan etika dalam
beriklan sempat menjadi perbincangan di masa periklanan modern Indonesia pada
tahun 1978 yaitu inisiatif untuk melahirkan Tata Krama Periklanan Indonesia.
Contohnya saat itu pemerintah Indonesia mendukung dibentuknya Dewan Periklanan
Nasional yang beranggotakan PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia),
SPS (Seikat Penerbit Surat kabar), TVRI & RRI, PRSSNI (Persatuan Radio
Siaran Swasta Niaga Indonesia, GPBSI (Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh
Indonesia) dan YLKI (yayasan Lembaga Konsumen Indonesia). Sayangnya dewan itu
hanya berusia satu tahun sebelum pada akhirnya dibubarkan. Tata Krama
Periklanan Indonesia yang dicita-citakan akan lahir dari Dewan Periklanan
Nasional tidak sempat menjadi kenyataan. Beberapa pendapat mengatakan beberapa
hal bahwa terutama ini karena tekanan dari pengelola media cetak yang
menginginkan agar kode etik periklanan mengacu pada Kode Etik Penerbitan Pers
yang sudahh dimiliki dan diberlakukan oleh SPS bagi par anggotanya.
Pada pertengahan tahun 1980, Aspindo
(Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia) memprakarsai sebuah
Simposium Periklanan Nasional bersama PPPI, SPS dan PRSSNI. Semua draft dan
butir-butir pikiran Tata Krama Periklanan Indonesia yang pernah dirumuskan di
masing-masing organisasi “dipertemukan” dalam simposium ini dan dibahas secara
bersama. Menjelang akhir tahun 1980, sebagai kelanjutan dalam Simposium
Periklanan Nasional, diselenggarakan Konvensi Masyarakat Periklanan Indonesia
untuk mencoba merumuskan sebuah rancangan Tata Krama Periklanan Indonesia yang
dapat disepakati bersama. Setelah melalui persidangan sebanyak 68 kali dalam
waktu delapan bulan, akhirnya lahirlah Tata Krama dan Tata Cara Periklanan
Indonesia. (TKTCPI).
Prinsip-Prinsip Moral Dalam Iklan
Terdapat paling kurang 3 prinsip
moral yang bisa dikemukakan di sini sehubungan dengan penggagasan mengenai
etika dalam iklan.
Ketiga prinsip itu adalah.
1.
Masalah kejujuran dalam iklan,
2. Masalah martabat manusia sebagai
pribadi, dan
3.
Tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh iklan.
Ketiga prinsip moral yang juga digaris bawahi oleh dokumen
yang dikeluarkan dewan kepuasan bidang komunikasi sosial untuk masalah etika
dalam iklan ini kemudian akan didialogkan dengan pandangan Thomas M. Gerrett,
SJ yang secara khusus menggagas prinsip-prinsip etika dalam mempengaruhi massa
(bagi iklan) dan prinsip-prinsip etis konsumsi (bagi konsumen). Dengan
demikian, uraian berikut ini akan merupakan “perkawinan” antara kedua pemikiran
tersebut.
1.
Prinsip kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa
penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan
informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen,
tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di
sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh
menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sementara yang
dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan
motif apa pun juga.
2.
Prinsip martabat manusia sebagai pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai
pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif
(imperative requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab
setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia
butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah
satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan
iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas
dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak. Banyak kali terjadi adalah manusia
seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan, hal
yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan. Keadaan ini
bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas sebegitu rupa sehingga
menyaksikan, mendengar atau membacanya segera membangkitkan “nafsu” untuk
memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki
barang dan jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarkat, dll.
3.
Iklan dan tanggung jawab sosial
Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus
menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media
informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun
dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi
masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan jasa
pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Penumpukan
barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai
surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya
dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini,
meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas batasa kebutuhan
dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Iklan memang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Ini bukan
saja karena pemahaman kita mengenai iklan dalam artinya yang luas sebagai
segala kegiatan manusia dalam menginformasikan serta
memberikan penawaran-penawaran menarik kepada masyarakat di seluruh
dunia. Lagi pula kecenderungan hal yang
terakhir ini relatif baru dalam dunia iklan, terutama ketika masyarakat mulai
mengenal sistem ekonomi pasar bebas.
Saran
Para pelaku bisnis harus mengacu pada etika dan estetika yang
berlaku pada iklan dan tidak mementingkan keuntungan semata tanpa
mempertimbangkan efek dari iklan yang dibuatnya karena itu
semua juga sangat berpengaruh pada nama atau imej perusahaan yg bersangkutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Keraf, Sonny A., Etika
Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1991.
Winarno, Bondan. Rumah Iklan: Upaya Matari
Menjadikan Periklanan Indonesia Tuan Rumah Di negeri Sendiri. 2008. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar