Jumat, 02 Januari 2015

IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA



IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA


Nama                           : Suryo Tripitoyo
NPM                           : 16210753
Jurusan                        : S1 Manajemen
Dosen                          : Bonar S. Panjaitan


Gdarma


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA

ABSTRAK


Suryo Tripitoyo.16210753
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : Etika dan Estetika dalam iklan


Etika Bisnis kali ini membahas tentang iklan dalam etika dan estetika tentang bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen. Sebuah perusahaan untuk mempromosikan produknya, iklan dibuat dengan dramatis sehingga menonjolkan kelebihan dari produknya saja dan iklan tersebut ditayangkan tidak bisa hanya untuk target marketnya saja baik secara khusus dan langsung, tetapi pasti ditonton atau dilihat oleh banyak kalangan yaitu dengan seluruh masyarakat bahkan yang bukan target marketnya.







PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Dalam dunia bisnis, persaingan terjadi semakin ketat dan promosi melalui iklan merupakan salah satu strategi pemasaran produk, baik barang maupun jasa, yang paling penting dan handal. Kehadiran iklan sebenarnya sebagai alat untuk menjembatani produsen dengan konsumen, atau penjual dengan pembeli. Semua iklan adalah sumber informasi, iklan memiliki bobot kepentingan yang berbeda ketika pengusaha berusaha menampilkan produk semenarik mungkin dan pembeli menginginkan produk seperti yang digambarkan melalui iklan.

Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu. Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang : semua usia, golongan, suku. Sehingga iklan harus memiliki etika dan estetika baik moral maupun di bisnis.

Oleh karena itu, dalam periklanan, harus mempunyai etika dan estetika agar dapat diterima oleh masyarakat luas dan tidak menjadi iklan yang kontroversial sehingga perusahaan yang bersangkutan bisa mendapatkan hukuman ataupun denda karena menghina ataupun melakukan sesuatu yang tidak pantas.










1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini adalah.
Iklan dalam etika dan estetika tentang bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.

1.3  Batasan Masalah
Penulisan ini hanya membahas tentang iklan dalam etika dan estetika.

1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengetahui tentang etika dan estetika seputar mempromosikan suatu barang atau jasa dengan menggunakan iklan.


















LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian Iklan
Iklan adalah bentuk publikasi suatu aktifitas,produk atau layanan kepada masyarakt luas melalui media masa dan internet seperti koran , TV, Radio atau website atau lainnya yang bersentuhan langsung dengan publik. Dalam dunia iklan di temukan proses membujuk atau mempengaruhi orang untuk memiliki suatu produk atau menikmati suatu layanan dan melakukan tindakan. Di dunia iklan banyak di jumpai iklan komersil dari pada iklan sosial maupun iklan layanan masyarakat dan tentunya iklan komesial adalah bertujuan bisnis yang menguntungkan sehingga banyak perusahaan maupun lembaga bisnis yang berlomba-lomba membuat iklan agar bisnisnya di kenal oleh masyarakat luas. Pengertian iklan adalah upaya merebut simpati, dukungan dan ketertarikan orang akan kondisi dalam iklan. Iklan dapat mempengaruhi emosi dan kejiwaan seseorang sehingga banyak individu terperangkap dalam suatu kondisi dalam iklan sehingga terjadi tindakan yang di ambil individu yang terpengaruh.

Iklan merupakan sebuah proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek, tujuan periklanan ini bermuara pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli sebuah produk yang ditawarkan.

Menurut Thomas M. Garrey, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea, institusi-institusi atau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.

Menurut Roman, Maas & Nisenholtz. 2005, Pengertian lainnya, iklan adalah seni menyampaikan apa yang ditawarkan atau dijual untuk mendapatkan perhatian dan menempatkan produk secara unik kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu.

Menurut Britt, iklan sejak semula tidak bertujuan memperbudak manusia untuk tergantung pada setuap barang dan jasa yang ditawarkan, tetapi justru menjadi tuan atas diri serta uangnya, yang dengan bebas menentukan untuk membeli, menunda atau menolak sama sekali barang dan jasa yang ditawarkan.

Kata Iklan sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya adalah upaya menggiring orang pada gagasan. Adapun pengertian secara komprehensif atau luas adalah semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang ataupun jasa secara nonpersonal melalui media yang dibayar oleh sponsor tertentu. Pengertian antara iklan dan periklanan mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa keduanya merupakan pesan yang ditujukan kepada khalayak. Perbedaannya yaitu iklan lebih cenderung kepada produk atau merupakan hasil dari periklanan, sedangkan periklanan merupakan keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan pelaksanaan, dan pengawasan penyampaian iklan.

Iklan merupakan bagian dari bauran promosi (promotion mix) sedangkan bauran promosi adalah bagian dari bauran pemasaran (marketing mix) dimana marketing mix meliputi product, price, place, promotion. Sebagai kekuatan utama ekonomi, iklan justru menjadi sarana yang efektif bagi produsen untuk menstabilkan atau terus meningkatkan penawaran barang dan jasa. Sementara konsumen dengan sendirinya juga membutuhkan iklan, terutama ketika mereka hidup dalam sebuah masyarakat yang ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat, sebuah masyarakat konsumtif dengan tingkat permintaan akan barang dan jasa yang yerus meningkat.







METODOLOGI PENELITIAN


Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan bersumber dari internet yang berkaitan dengan iklan dalam etika dan estetika agar tujuan penulisan ini dapat dipahami. Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder, dimana pengertian data dekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada.
























PEMBAHASAN


Sejarah Etika Periklanan Di Indonesia
Aturan, tata cara dan etika dalam beriklan sempat menjadi perbincangan di masa periklanan modern Indonesia pada tahun 1978 yaitu inisiatif untuk melahirkan Tata Krama Periklanan Indonesia. Contohnya saat itu pemerintah Indonesia mendukung dibentuknya Dewan Periklanan Nasional yang beranggotakan PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), SPS (Seikat Penerbit Surat kabar), TVRI & RRI, PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia, GPBSI (Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia) dan YLKI (yayasan Lembaga Konsumen Indonesia). Sayangnya dewan itu hanya berusia satu tahun sebelum pada akhirnya dibubarkan. Tata Krama Periklanan Indonesia yang dicita-citakan akan lahir dari Dewan Periklanan Nasional tidak sempat menjadi kenyataan. Beberapa pendapat mengatakan beberapa hal bahwa terutama ini karena tekanan dari pengelola media cetak yang menginginkan agar kode etik periklanan mengacu pada Kode Etik Penerbitan Pers yang sudahh dimiliki dan diberlakukan oleh SPS bagi par anggotanya.

Pada pertengahan tahun 1980, Aspindo (Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia) memprakarsai sebuah Simposium Periklanan Nasional bersama PPPI, SPS dan PRSSNI. Semua draft dan butir-butir pikiran Tata Krama Periklanan Indonesia yang pernah dirumuskan di masing-masing organisasi “dipertemukan” dalam simposium ini dan dibahas secara bersama. Menjelang akhir tahun 1980, sebagai kelanjutan dalam Simposium Periklanan Nasional, diselenggarakan Konvensi Masyarakat Periklanan Indonesia untuk mencoba merumuskan sebuah rancangan Tata Krama Periklanan Indonesia yang dapat disepakati bersama. Setelah melalui persidangan sebanyak 68 kali dalam waktu delapan bulan, akhirnya lahirlah Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia. (TKTCPI).

Prinsip-Prinsip Moral Dalam Iklan
                        Terdapat paling kurang 3 prinsip moral yang bisa dikemukakan di sini sehubungan dengan penggagasan mengenai etika dalam iklan.

Ketiga prinsip itu adalah.
1.      Masalah kejujuran dalam iklan,
2.      Masalah martabat manusia sebagai pribadi, dan
3.      Tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh iklan.

Ketiga prinsip moral yang juga digaris bawahi oleh dokumen yang dikeluarkan dewan kepuasan bidang komunikasi sosial untuk masalah etika dalam iklan ini kemudian akan didialogkan dengan pandangan Thomas M. Gerrett, SJ yang secara khusus menggagas prinsip-prinsip etika dalam mempengaruhi massa (bagi iklan) dan prinsip-prinsip etis konsumsi (bagi konsumen). Dengan demikian, uraian berikut ini akan merupakan “perkawinan” antara kedua pemikiran tersebut.

1.      Prinsip kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.

2.      Prinsip martabat manusia sebagai pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutn imperatif (imperative requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak. Banyak kali terjadi adalah manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan, hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan. Keadaan ini bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas sebegitu rupa sehingga menyaksikan, mendengar atau membacanya segera membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarkat, dll.

3.      Iklan dan tanggung jawab sosial
Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas batasa kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan.













KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Iklan memang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Ini bukan saja karena pemahaman kita mengenai iklan dalam artinya yang luas sebagai segala kegiatan manusia dalam menginformasikan serta memberikan penawaran-penawaran menarik kepada masyarakat di seluruh dunia. Lagi pula kecenderungan hal yang terakhir ini relatif baru dalam dunia iklan, terutama ketika masyarakat mulai mengenal sistem ekonomi pasar bebas.

Saran

Para pelaku bisnis harus mengacu pada etika dan estetika yang berlaku pada iklan dan tidak mementingkan keuntungan semata tanpa mempertimbangkan efek dari iklan yang dibuatnya karena itu semua juga sangat berpengaruh pada nama atau imej perusahaan yg bersangkutan.









DAFTAR PUSTAKA


Keraf, Sonny A., Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1991.
Winarno, Bondan. Rumah Iklan: Upaya Matari Menjadikan Periklanan Indonesia Tuan Rumah Di negeri Sendiri. 2008. Jakarta: Penerbit Buku Kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar